Kisah Dari Seorang Anak
Warung
Warung merupakan
bisnis utama dalam keluargaku. Disamping ayah yang sudah tak bekerja lagi,
warung menjadi pokok utama dalam penghasilan keluarga kami. Walaupun hanya
tinggal saya yang diurus oleh kedua orang tua karena seluruh kakak saya telah
menikah dan mempunyai keluarga sendiri.
Pertamakali nya orang tua saya melakukan bisnis
ini sudah dari awal pernikahan mereka. karena ayah saya yang bekerja sebagai
pekerja bangunan, jadi ibu saya berinisiatif untuk berdagang sembako seadanya.
Pada saat itu, bisnis ini sangatlah sulit untuk berkembang. Mungkin karena
orang tua saya yang hidup dikampung bersama saudara-saudaranya, bukannya ingin
menjelekan saudara. Karena adanya konflik antar saudara yang tak bisa saya
jelaskan disini, orang tua saya pergi merantau ke Jakarta layaknya perantau
lain yang ingin sukses di kota besar. Selama disana bisnis dagang sembako masih
menjadi andalan keluarga kami walaupun ayah saya telah menjadi “bos tukang jahit”.
Akan
tetapi, selama beberapa tahun di Jakarta ekonomi keluarga kami malah mengalami
kemunduran. penyebabnya ialah kebangkrutan dari bisnis jahit yang dipimpin oleh
ayah saya dan kehabisan barang dagang tanpa penghasilan diwarung yang dipegang
oleh ibu saya. Karena hal tersebut, keluarga kami berniat untuk pulang kampung
dengan rasa malu tanpa menghasilkan apapun. Namun ibu saya berkata lain, ia
ingin keluarga kami memperbaiki ekonomi untuk masa depan anak-anaknya. Dan
akhirnya kami pindah kepinggir kota yang sekarang telah menjadi kota besar,
Depok.
Tak
ada rasa kapok dan jera dari ibu saya, ia kembali membangun sebuah warung
dengan modal yang seadanya disebuah kontrakan. Namun berbeda dari sebelumnya,
ayah saya kini membantu ibu saya sebagai partner bisnisnya, ibu menjaga warung
sedangkan ayah yang berbelanja ataupun sebaliknya. Alhasil, ekonomi keluarga
kami “Alhamdulillah” semakin membaik. Selama beberapa tahun usaha di Depok,
hasilnya pun telihat juga, setelah keluarga kami dapat membeli kontrakan yang
kami tempati, sepetak tanah yang berada di depan rumah kamipun telah berhasil
kami miliki. Dan sepetak tanah tersebut telah menjadi sebuah rumah yang telah
kami tempati sekaligus memperbesar warung kami, sedangkan rumah lama telah kami
kontrakan ke orang lain untuk tambahan penghasilan keluarga kami.
Dari
sekolah tingkat dasar (SD), menengah (SMP), dan atas (SMA), bahkan sekarang
perguruan tinggi (kuliah), semua biaya yang telah dikeluarkan untuk sekolah
saya itu berasal dari warung, itu sebabnya saya memberi judul pada postingan
kali ini ”Seorang Anak Warung”. Tak hanya biaya sekolah, asupan makanan,
berobat dan segala macam hal kebutuhan primer, sekunder, tersier merupakan uang
yang berasal dari warung yang ditekuni oleh kedua orang tua saya.
Kesuksesan
yang telah didapat keluarga kami membuat para tetangga-tetangga sirik dan benci
kepada keluarga kami. Mungkin mereka berpikir, mereka sudah berpuluh-puluh
tahun bahkan ada yang berasal dari sana tetapi belum mendapatkan
kesuksesan sedangkan keluarga kami, yang merupakan pendatang, hanya butuh
beberapa tahun untuk mendapatkan kesuksesan tersebut. lama-kelamaan persaingan
di daerah kamipun muncul, dari yang tadinya hanya ada 1 hingga 2 warung dalam 1
RW kini semakin ramainya persaingan warung hingga ke setiap sudut -bahkan
berhadap-hadapan-. dagang sembako menjadi bisnis yang populer disini. Dalam
persaingan tersebut, tiap tahunnya selalu ada warung yang gulung tikar karena
taktik yang salah dan pengalaman yang kurang dalam mengikuti persaingan bisnis
ini. Alhamdulillah-nya, warung kami masih bertahan hingga saat ini karena
taktik pintar dari ibu saya yang telah mempunyai segudang pengalaman dan telah
merasakan pahit, asin, gurih dan manisnya bisnis warung selama hidupnya.
Yang saya bingung dalam persaingan ini, kenapa
warung batak “ucok” selalu lebih murah dibandingkan dengan harga warung
lainnya. padahal jika diperhitungkan, yang mereka lakukan itu sama seperti
pribahasa ”besar pasak dari pada tiang”. Keuntungan yang mereka dapatkan
terlalu minim bahkan tanpa keuntungan. Saya berkata seperti itu bukan ingin
menjelekan sebuah suku ataupun keluarga tersebut. saya berkata (mengetik,
hehhe) begitu karena di sini terdapat sebuah kontrakan yang selalu diisi oleh
“ucok” secara terus menerus selama beberapa tahun ini. Mereka selalu berganti
karena masalah yang sama yaitu gulung tikar (bangkrut) dan dilanjutkan oleh
“ucok” lain namun dengan taktik yang sama. hal tersebut seperti seseorang yang
jatuh kelubang yang sama dan terus terulang tanpa mempelajari kesalahan
sebelumnya.
Yah,
itu bukanlah permasalah saya.. permasalahan saya ialah sampai kapan saya akan
dibayai dari bisnis warung ini sementara orang tua saya lama-kelamaan sudah
mulai lelah dengan bisnis yang mereka lakukan sejak dulu kala. Sebagai wakil
kepala keluarga, seharusnya saya sudah memiliki penghasilan untuk kedua orang
tua saya, ya minimal untuk saya sendiri. Sebenarnya, saya malu dan frustasi
akan kebodohan saya yang belum bisa mandiri akan finansial untuk diri saya
sendiri.
Begitulah
kisah hidup saya yang merupakan seorang anak warung, mungkin sebagian dari
kalian juga merasakannya, terutama yang orang tuanya juga berbisnis warung
sembako. Jika kalian ingin membagi pengalaman atau kisah hidup kalian dari yang
paling menyenangkan hingga yang paling menyedihkan, kalian bisa mengirimkannya
ke e-mail saya ini myts178@gmail.com dan akan dimuat di blog ini dalam menu
“Kisahmu” karena diblog ini kita bisa saling berbagi pengalaman
dan belajar dari pengalaman orang lain. Terima Kasih sudah membaca dan
berkunjung di blog sederhana saya.
Tags :
» Pengalaman seorang anak warung
» Bisnis Warung
» Kisah nyata dari pebisnis warung
» Pengalaman berbisnis warung sembako
» Perjuangan dari bisnis warung
» Penghasilan dari Warung sembako
» Hasil jerih payah pedagang sembako
» Bisnis yang memotivasi
» Warung adalah penghasilan utamaku
» Warung adalah bisnis yang menjanjikan
» Sulitnya bisnis warung
» Kesuksesan Pedagang sembako / warung
Kisah Dari Seorang Anak Warung
Warung merupakan
bisnis utama dalam keluargaku. Disamping ayah yang sudah tak bekerja lagi,
warung menjadi pokok utama dalam penghasilan keluarga kami. Walaupun hanya
tinggal saya yang diurus oleh kedua orang tua karena seluruh kakak saya telah
menikah dan mempunyai keluarga sendiri.
Pertamakali nya orang tua saya melakukan bisnis
ini sudah dari awal pernikahan mereka. karena ayah saya yang bekerja sebagai
pekerja bangunan, jadi ibu saya berinisiatif untuk berdagang sembako seadanya.
Pada saat itu, bisnis ini sangatlah sulit untuk berkembang. Mungkin karena
orang tua saya yang hidup dikampung bersama saudara-saudaranya, bukannya ingin
menjelekan saudara. Karena adanya konflik antar saudara yang tak bisa saya
jelaskan disini, orang tua saya pergi merantau ke Jakarta layaknya perantau
lain yang ingin sukses di kota besar. Selama disana bisnis dagang sembako masih
menjadi andalan keluarga kami walaupun ayah saya telah menjadi “bos tukang jahit”.
Akan
tetapi, selama beberapa tahun di Jakarta ekonomi keluarga kami malah mengalami
kemunduran. penyebabnya ialah kebangkrutan dari bisnis jahit yang dipimpin oleh
ayah saya dan kehabisan barang dagang tanpa penghasilan diwarung yang dipegang
oleh ibu saya. Karena hal tersebut, keluarga kami berniat untuk pulang kampung
dengan rasa malu tanpa menghasilkan apapun. Namun ibu saya berkata lain, ia
ingin keluarga kami memperbaiki ekonomi untuk masa depan anak-anaknya. Dan
akhirnya kami pindah kepinggir kota yang sekarang telah menjadi kota besar,
Depok.
Tak
ada rasa kapok dan jera dari ibu saya, ia kembali membangun sebuah warung
dengan modal yang seadanya disebuah kontrakan. Namun berbeda dari sebelumnya,
ayah saya kini membantu ibu saya sebagai partner bisnisnya, ibu menjaga warung
sedangkan ayah yang berbelanja ataupun sebaliknya. Alhasil, ekonomi keluarga
kami “Alhamdulillah” semakin membaik. Selama beberapa tahun usaha di Depok,
hasilnya pun telihat juga, setelah keluarga kami dapat membeli kontrakan yang
kami tempati, sepetak tanah yang berada di depan rumah kamipun telah berhasil
kami miliki. Dan sepetak tanah tersebut telah menjadi sebuah rumah yang telah
kami tempati sekaligus memperbesar warung kami, sedangkan rumah lama telah kami
kontrakan ke orang lain untuk tambahan penghasilan keluarga kami.
Dari
sekolah tingkat dasar (SD), menengah (SMP), dan atas (SMA), bahkan sekarang
perguruan tinggi (kuliah), semua biaya yang telah dikeluarkan untuk sekolah
saya itu berasal dari warung, itu sebabnya saya memberi judul pada postingan
kali ini ”Seorang Anak Warung”. Tak hanya biaya sekolah, asupan makanan,
berobat dan segala macam hal kebutuhan primer, sekunder, tersier merupakan uang
yang berasal dari warung yang ditekuni oleh kedua orang tua saya.
Kesuksesan
yang telah didapat keluarga kami membuat para tetangga-tetangga sirik dan benci
kepada keluarga kami. Mungkin mereka berpikir, mereka sudah berpuluh-puluh
tahun bahkan ada yang berasal dari sana tetapi belum mendapatkan
kesuksesan sedangkan keluarga kami, yang merupakan pendatang, hanya butuh
beberapa tahun untuk mendapatkan kesuksesan tersebut. lama-kelamaan persaingan
di daerah kamipun muncul, dari yang tadinya hanya ada 1 hingga 2 warung dalam 1
RW kini semakin ramainya persaingan warung hingga ke setiap sudut -bahkan
berhadap-hadapan-. dagang sembako menjadi bisnis yang populer disini. Dalam
persaingan tersebut, tiap tahunnya selalu ada warung yang gulung tikar karena
taktik yang salah dan pengalaman yang kurang dalam mengikuti persaingan bisnis
ini. Alhamdulillah-nya, warung kami masih bertahan hingga saat ini karena
taktik pintar dari ibu saya yang telah mempunyai segudang pengalaman dan telah
merasakan pahit, asin, gurih dan manisnya bisnis warung selama hidupnya.
Yang saya bingung dalam persaingan ini, kenapa
warung batak “ucok” selalu lebih murah dibandingkan dengan harga warung
lainnya. padahal jika diperhitungkan, yang mereka lakukan itu sama seperti
pribahasa ”besar pasak dari pada tiang”. Keuntungan yang mereka dapatkan
terlalu minim bahkan tanpa keuntungan. Saya berkata seperti itu bukan ingin
menjelekan sebuah suku ataupun keluarga tersebut. saya berkata (mengetik,
hehhe) begitu karena di sini terdapat sebuah kontrakan yang selalu diisi oleh
“ucok” secara terus menerus selama beberapa tahun ini. Mereka selalu berganti
karena masalah yang sama yaitu gulung tikar (bangkrut) dan dilanjutkan oleh
“ucok” lain namun dengan taktik yang sama. hal tersebut seperti seseorang yang
jatuh kelubang yang sama dan terus terulang tanpa mempelajari kesalahan
sebelumnya.
Yah,
itu bukanlah permasalah saya.. permasalahan saya ialah sampai kapan saya akan
dibayai dari bisnis warung ini sementara orang tua saya lama-kelamaan sudah
mulai lelah dengan bisnis yang mereka lakukan sejak dulu kala. Sebagai wakil
kepala keluarga, seharusnya saya sudah memiliki penghasilan untuk kedua orang
tua saya, ya minimal untuk saya sendiri. Sebenarnya, saya malu dan frustasi
akan kebodohan saya yang belum bisa mandiri akan finansial untuk diri saya
sendiri.
Begitulah
kisah hidup saya yang merupakan seorang anak warung, mungkin sebagian dari
kalian juga merasakannya, terutama yang orang tuanya juga berbisnis warung
sembako. Jika kalian ingin membagi pengalaman atau kisah hidup kalian dari yang
paling menyenangkan hingga yang paling menyedihkan, kalian bisa mengirimkannya
ke e-mail saya ini myts178@gmail.com dan akan dimuat di blog ini dalam menu
“Kisahmu” karena diblog ini kita bisa saling berbagi pengalaman
dan belajar dari pengalaman orang lain. Terima Kasih sudah membaca dan
berkunjung di blog sederhana saya.
Tags :
» Pengalaman seorang anak warung
» Bisnis Warung
» Kisah nyata dari pebisnis warung
» Pengalaman berbisnis warung sembako
» Perjuangan dari bisnis warung
» Penghasilan dari Warung sembako
» Hasil jerih payah pedagang sembako
» Bisnis yang memotivasi
» Warung adalah penghasilan utamaku
» Warung adalah bisnis yang menjanjikan
» Sulitnya bisnis warung
» Kesuksesan Pedagang sembako / warung
Rejeki sudah diatur sm yang di atas mas. Terus buat yang terbaik aja hehehe. Tapi serius fenomena kemunculan ind*mart dan alf*mart mengancam keberadaan warung2 tradisional.
ReplyDeleteiya mas, alhamdulillah rejeki mah ada aja.. memang sih mas, tapi didaerah saya warung tradisional masih banyak peminatnya.. karena betul kata mas, rejeki sudah ada yang mengatur..
DeleteMantap cup😁
ReplyDelete